BUDAYA MALU KULTUR ILAHI
Budaya malu merupakan cultural robbaniah yang menjadi pondasi pembangunan etika dan estetika Islam. Tanpa budaya malu orang akan bebas mengekspresikan segala keinginannya tanpa mengindahkan norma-norma agama dan lingkungan masyarakat. Sebuah ungkapan mengatakan: (( إذا لم تستح فاصنع ما شئت )) jika kamu sudah tidak malu maka perbuatlah sekehendak hatimu. Budaya malu cermin, perhiasan dan pakaian orang-orang beriman, karena dari perasaan ini selalu muncul keinginan untuk berbuat amal kebajikan dan menghindari kemungkaran. Budaya ini tidak pernah terlepas dari hubungan antara kita sesama makhluk ataupun hubungan antara kita dengan Yang Maha Agung.
Sebagaimana
yang kita ketahui perasaan malu punya banyak corak ragamnya, khatib akan
menyampaikan beberapa garis besarnya saja.
Pertama: Perasaan malu fitri, merupakan perasaan bawaan
bagi setiap makhluk, kita bisa mengambil
contoh dimana fitrah manusia malu dilihat kekurangan atau aibnya.
Kedua: Perasaan malu imani, merupakan perasaan yang
didasari iman dan takwa kepada Allah SWT. Bagian kedua ini adalah bagian dari
perasaan malu yang paling tinggi, dimana setiap orang beriman akan selalu
mencegah dirinya berbuat maksiat karena malu dan takut kepada Allah SWT. Oleh
karena itu perasaan malu imani paling berpengaruh terhadap pembangunan mental
spiritual pribadi muslim, masyarakat dan bangsa.
Ketiga: Perasaan malu kepada diri sendiri kita bisa
mengambil contoh dimana kita merasa malu pada diri kita sendiri manakala kita
tidak jujur walaupun oranglain tidak mengetahui perihal kebohongan kita.
Imam Al-Samarqandi
membagi perasaan malu menjadi dua bagian:
Pertama: Perasaan malu diantara sesama manusia, maksudnya
menjaga pandangan agar tidak melihat kekurangan orang lain.
Kedua:
Perasaan malu antara manusia dengan tuhannya, maksudnya mengingat nikmat-nikmat
Allah SWT, yang telah diberikan dan yang akan dicurahkan kepada kita, akan
membuat kita malu membangkang terhadap perintah dan laranganNya.